Vonis Hakim Anas Urbaningrum 8 Tahun
Kamis, 25 September 2014
Google Temanku Blogspot akan membahas artikel menarik pada hari ini mengenai vonis anas urabaningrum atas kasus hambalang. Berdasarkan vonis hakim yang telah diputus pada hari rabu 24 september 2014 yaitu anas dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan mengajukan upaya hukum banding atas vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap terdakwa Anas Urbaningrum. Pasalnya vonis itu dinilai masih di bawah 2/3 tuntutan Jaksa KPK.
"Apalagi menurut kami dakwaan kesatu primer dan ketiga juga berhasil dibuktikan JPU (Jaksa Penuntut Umum KPK)," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto lewat pesan singkat yang diterima wartawan, Rabu (24/9/2014).
Meski begitu, Bambang menyatakan KPK menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Karena, lanjut Bambang, majelis hakim tetap independen dn obyektif di tengah tekanan dan manuver dari kelompok loyalis Anas.
Lebih jauh pria yang dikenal sebagai pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menilai terdapat hal menarik dalam pertimbangan hukum majelis hakim terhadap Anas Urbaningrum.
Karena hakim menyatakan Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara berlanjut dan berulang-ulang dalam kapasitas jabatannya sebagai anggota DPR.
Lebih lanjut, Anas disebut Bambang, dianggap melakukan tipu muslihat dengan menyembunyikan begitu banyak hasil kejahatannya. Menurut Bambang, Anas terbukti mengalihkan atau menyembunyikan hartanya di keluarga sendiri hingga mertuanya.
"Kekayaan Anas ternyata cukup fantastik dan dia dihukum untuk membayar uang pengganti kerugian sebesar lebih dari Rp 57 miliar dan lebih dari 5,2 juta dolar AS, hanya dengan menjadi anggota DPR beberapa tahun serta ketua partai bebebrapa tahun saja tapi berhasil mengumpulkan kekayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan bila dibanding dengan profil penghasilannya," kata Bambang
Terpisah Juru Bicara KPK, Johan Budi menyatakan pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah mengajukan banding atau tidak terhadap vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Tapi tidak terlalu lama akan mengambil sikap, Jaksa KPK akan melapor dahulu kepada pimpinan KPK," kata Johan.
Dalam kesempatan ini, Johan juga menanggapi tentang putusan majelis hakim yang tidak mengabulkan tuntutan Jaksa KPK terkait pencabutan hak politik Anas Urbaningrum. Menurut Johan, putusan tersebut merupakan kewenangan majelis hakim.
Namun dia memastikan, KPK akan mengajukan kembali soal tuntutan pencabutan hak politik itu apabila melakukan banding.
"Tentu setiap hakim punya pendapat berbeda. Hakim di tingkat banding dan kasasi bisa berbeda. Ini sedang kami pelajari hal itu. Kalau banding, tentu tidak hanya itu. Tentu satu kesatuan, semua," kata Johan.
Diketahui, Anas Urbaningrum dijatuhi vonis berupa pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Vonis tersebut dijatuhkan lantaran majelis hakim menyatakan, Anas Urbaningrum selaku terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang secara berulang kali.
Anas sendiri tampak menampilkan ekspresi wajah dingin saat mendengarkan pembacaan vonis oleh majelis hakim yang diketuai Haswandi tersebut. Dia terlihat terus mencatat poin-poin yang dibacakan majelis hakim secara bergantian.
Dalam perkara, Anas dijerat menggunakan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. itu sebagaimana dakwaan kesatu subsider Jaksa KPK.
Adapun dalam perkara pencucian uang, Anas dijerat melanggar Pasal 3 Undan-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan TPPU.
Lebih lanjut, Anas juga dijatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp57 miliar lebih atau tepatnya Rp 57.590.330.580 dan lebih dari 5 juta dolar AS atau tepatnya 5.261.070 dolar AS.
"Apabila tidak bayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap maka harta benda disita jaksa penuntut umum dan dilelang untuk menutupi kekurangan. Kalau harta benda tidak mencukupi diganti pidana penjara dua tahun,' kata Ketua Majelis Hakim Haswandi.
Sementara soal tuntutan JPU KPK pencabutan hak politik yaitu hak untuk dipilih terhadap Anas, majelis hakim tidak mengabulkannya. Pasalnya majelis hakim menganggap, hak untuk dipilih itu merupakan hak publik. Sehingga publik sendiri yang akan menentukan apakah akan memilih seseorang atau tidak.
Diketahui, sempat terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara majelis hakim yaitu Anggota Hakim Anggota, Hakim Slamet Subagiyo dan anggota hakim 4, Joko Subagiyo. Dissenting opinion menyangkut tindak pidana pencucian uang. Hakim Slamet dan Hakim Joko berpendapat Jaksa KPK tak memiliki wewenang melakukan penuntutan terkait tindak pidana pencucian uang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan mengajukan upaya hukum banding atas vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap terdakwa Anas Urbaningrum. Pasalnya vonis itu dinilai masih di bawah 2/3 tuntutan Jaksa KPK.
"Apalagi menurut kami dakwaan kesatu primer dan ketiga juga berhasil dibuktikan JPU (Jaksa Penuntut Umum KPK)," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto lewat pesan singkat yang diterima wartawan, Rabu (24/9/2014).
Meski begitu, Bambang menyatakan KPK menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Karena, lanjut Bambang, majelis hakim tetap independen dn obyektif di tengah tekanan dan manuver dari kelompok loyalis Anas.
Lebih jauh pria yang dikenal sebagai pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menilai terdapat hal menarik dalam pertimbangan hukum majelis hakim terhadap Anas Urbaningrum.
Karena hakim menyatakan Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara berlanjut dan berulang-ulang dalam kapasitas jabatannya sebagai anggota DPR.
Lebih lanjut, Anas disebut Bambang, dianggap melakukan tipu muslihat dengan menyembunyikan begitu banyak hasil kejahatannya. Menurut Bambang, Anas terbukti mengalihkan atau menyembunyikan hartanya di keluarga sendiri hingga mertuanya.
"Kekayaan Anas ternyata cukup fantastik dan dia dihukum untuk membayar uang pengganti kerugian sebesar lebih dari Rp 57 miliar dan lebih dari 5,2 juta dolar AS, hanya dengan menjadi anggota DPR beberapa tahun serta ketua partai bebebrapa tahun saja tapi berhasil mengumpulkan kekayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan bila dibanding dengan profil penghasilannya," kata Bambang
Terpisah Juru Bicara KPK, Johan Budi menyatakan pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah mengajukan banding atau tidak terhadap vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Tapi tidak terlalu lama akan mengambil sikap, Jaksa KPK akan melapor dahulu kepada pimpinan KPK," kata Johan.
Dalam kesempatan ini, Johan juga menanggapi tentang putusan majelis hakim yang tidak mengabulkan tuntutan Jaksa KPK terkait pencabutan hak politik Anas Urbaningrum. Menurut Johan, putusan tersebut merupakan kewenangan majelis hakim.
Namun dia memastikan, KPK akan mengajukan kembali soal tuntutan pencabutan hak politik itu apabila melakukan banding.
"Tentu setiap hakim punya pendapat berbeda. Hakim di tingkat banding dan kasasi bisa berbeda. Ini sedang kami pelajari hal itu. Kalau banding, tentu tidak hanya itu. Tentu satu kesatuan, semua," kata Johan.
Diketahui, Anas Urbaningrum dijatuhi vonis berupa pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Vonis tersebut dijatuhkan lantaran majelis hakim menyatakan, Anas Urbaningrum selaku terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang secara berulang kali.
Anas sendiri tampak menampilkan ekspresi wajah dingin saat mendengarkan pembacaan vonis oleh majelis hakim yang diketuai Haswandi tersebut. Dia terlihat terus mencatat poin-poin yang dibacakan majelis hakim secara bergantian.
Dalam perkara, Anas dijerat menggunakan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. itu sebagaimana dakwaan kesatu subsider Jaksa KPK.
Adapun dalam perkara pencucian uang, Anas dijerat melanggar Pasal 3 Undan-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan TPPU.
Lebih lanjut, Anas juga dijatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp57 miliar lebih atau tepatnya Rp 57.590.330.580 dan lebih dari 5 juta dolar AS atau tepatnya 5.261.070 dolar AS.
"Apabila tidak bayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap maka harta benda disita jaksa penuntut umum dan dilelang untuk menutupi kekurangan. Kalau harta benda tidak mencukupi diganti pidana penjara dua tahun,' kata Ketua Majelis Hakim Haswandi.
Sementara soal tuntutan JPU KPK pencabutan hak politik yaitu hak untuk dipilih terhadap Anas, majelis hakim tidak mengabulkannya. Pasalnya majelis hakim menganggap, hak untuk dipilih itu merupakan hak publik. Sehingga publik sendiri yang akan menentukan apakah akan memilih seseorang atau tidak.
Diketahui, sempat terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara majelis hakim yaitu Anggota Hakim Anggota, Hakim Slamet Subagiyo dan anggota hakim 4, Joko Subagiyo. Dissenting opinion menyangkut tindak pidana pencucian uang. Hakim Slamet dan Hakim Joko berpendapat Jaksa KPK tak memiliki wewenang melakukan penuntutan terkait tindak pidana pencucian uang